DIFTERI
A.PENGERTIAN
Difteri menyerang selaput lendir pada hidung
serta tenggorokan dan terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat
menular dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera
ditangani. Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan bisul.
Bisul-bisul tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan
meninggalkan bekas pada kulit.
Segera periksakan
diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di atas.
Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.
B. PENYEBAB
Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya dua hingga lima hari.
C.GEJALA
Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini meliputi:
- Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
- Demam dan menggigil.
- Sakit tenggorokan dan suara serak.
- Sulit bernapas atau napas yang cepat.
- Pembengkakan kelenjar limfa pada leher.
- Lemas dan lelah.
- Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang berdarah.
D.PENULARAN
Penyebaran bakteri difteri dapat terjadi dengan mudah dan yang utama adalah melalui udara saat seorang penderita bersin atau batuk. Selain itu, ada beberapa metode penularan lain yang perlu diwaspadai. Antara lain melalui:
- Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
- Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
- Kontak langsung dengan hewan-hewan yang sudah terinfeksi, misalnya sapi.
- Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
- Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
E.DIAGNOSA
DAN LANGKAH PENGOBATAN
Diagnosis awal difteri biasanya terlihat dari gejalanya, misalnya sakit tenggorokan yang disertai pembentukan membran abu-abu. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau bisul untuk diperiksa di laboratorium.
Jika seseorang diduga
tertular difteri, dokter akan segera memulai penanganan, bahkan sebelum ada
hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam
ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan dua
jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik akan
membantu tubuh untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis
penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien
menderita difteri.
Sebagian besar
penderita tidak akan menularkan bakteri difteri lagi setelah meminum antibiotik
selama dua hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan
proses pengobatan antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama dua minggu.
Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium. Jika bakteri
difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan
antibiotik selama 10 hari.
Sementara antitoksin
berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam
tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter biasanya akan mengecek apakah
pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Jika terjadi reaksi
alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan
perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi penderita yang
mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan,
dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita
difteri dengan gejala bisul pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul
dengan sabun dan air secara seksama.
Selain penderita,
orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke
dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang
tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter akan
menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang
vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna
meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
F.KOMPLIKASI
DIFTERI
Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan hampir satu dari lima penderita difteri balita dan berusia di atas 40 tahun yang meninggal dunia diakibatkan oleh komplikasi.
Jika tidak diobati
dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu beberapa
komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi:
- Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu inflamasi pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas.
- Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan inflamasi otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung dan kematian mendadak.
- Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah saluran kemih dapat menjadi indikasi awal dari kelumpuhan saraf yang akan memengaruhi diagfragma. Paralisis ini akan membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak yang mengalami komplikasi apa pun umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan.
- Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal. Sebagian besar komplikasi ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
No comments:
Post a Comment