DEMAM
A. PENGERTIAN
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari
variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik
patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal
temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary
temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Istilah
lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah
suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien
dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan
perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
B. ETIOLOGI
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi
ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya
menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial
gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011).
Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides
imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada
umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis
(Jenson & Baltimore, 2007).
Demam akibat faktor non infeksi dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan
yang eksternal yang terlalu tinggi,
keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun
(arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan
(Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian
obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro &
Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat
efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal
lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma,
cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).
C. RESIKO
Risiko antara anak dengan terjadinya
demam akut terhadap suatu penyakit serius bervariasi tergantung usia anak. Pada
umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena
infeksi bakteri yang serius dibandingkan dengan bayi dengan usia lebih tua.
Demam yang terjadi pada anak pada umumnya adalah demam yang disebabkan oleh infeksi
virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat juga terjadi pada anak dan
menimbulkan gejala demam seperti bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia,
meningitis, dan osteomyelitis (Jenson & Baltimore, 2007).
Pada anak dengan usia di diantara dua bulan
sampai dengan tiga tahun, terdapat peningkatan risiko terkena penyakit serius
akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi tubuh untuk membentuk sistem
komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun
pada umumnya terkena infeksi virus yang berakhir sendiri tetapi bisa juga
terjadi bakteremia yang tersembunyi (bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang
terjadi pada anak dibawah tiga tahun pada umumnya merupakan demam yang
disebabkan oleh infeksi seperti influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi
saluran kemih. Bakteremia yang tersembunyi biasanya bersifat sementara dan
dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat menjadi pneumonia, meningitis,
arthritis, dan pericarditis (Jenson & Baltimore, 2007).
D. TIPE TIPE DEMAM
Adapun tipe-tipe demam yang sering
dijumpai antara lain:
Jenis demam
|
Penjelasan
|
Demam septik
|
Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke
tingkat di atas normal pada pagi hari.
|
Demam hektik
|
Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke
tingkat yang normal pada pagi hari
|
Demam remiten
|
Pada demam ini, suhu badan dapat
turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal
|
Demam intermiten
|
Pada demam ini, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
|
Demam Kontinyu
|
Pada demam ini, terdapat variasi
suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.
|
Demam Siklik
|
Pada demam ini, kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
|
E. PATOFISIOLOGI DEMAM
Demam terjadi karena adanya suatu zat
yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan
demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal
dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen
eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan
pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada
umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses
terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi,
atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen
dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk
kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan
panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan
penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik
ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase
kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan
merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi
pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi
panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase
kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga
tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).
F.
PENATALAKSANAAN DEMAM
Demam merupakan mekanisme pertahanan
diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu
tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi
menjadi dua garis besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi,
diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita
dengan umur <3 bulan dengan suhu rektal >38°C, penderita dengan umur 3-12
bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan demam dengan
suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010)
G. TERAPI NON-FARMAKO
Adapun yang termasuk dalam terapi
non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:
1.
Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat
yang cukup.
2.
Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil.
Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis
pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada
penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada
penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat.
Jangan berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).
H.
TERAPI FARMAKO
Obat-obatan yang dipakai dalam
mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen.
Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki
efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian
parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan
oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik,
Pineda, & Kest, 2010).
No comments:
Post a Comment